ANTIHISTAMIN

Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas antihistamin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
Ø  Antagonis H1, terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi. Contoh: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
Ø  Antagonis H2, digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada pengobatan penderita pada tukak lambung serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh: simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
Ø  Antagonis H3, sampai sekarang belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental. Contoh: ciproxifan, dan clobenpropit.

Mekanisme Antihistamin
Pemberian antihistamin H1 secara oral bisa diabsorpsi dengan baik dan mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan dengan protein plasma berkisar antara 78-99%. Sebagian besar antihistamin H1 dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-function oxygenase system. Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis tunggal menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati (Depkes RI, 1995).
Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki waktu paruh cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin hanya 2 jam. Waktu paruh metabolit aktif juga sangat berbeda jauh dengan obat induknya, seperti  astemizole 1,1 hari sementara metabolit aktifnya, N-desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang mungkin menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis meski kadarnya dalam darah sudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek pada anak dan jadi lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, danm pasien yang menerima  ketokonazol, eritromisin, atau penghambat  microsomal oxygenase lainnya.
Menurut Day dan Underwood (1998), pelepasan histamine terjadi akibat :
  • Rusaknya sel
Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau sedang dalam proses perbaikan, misalnya luka
  • Senyawa kimia
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic,sehingga akan  melepaskan histamine dari sel mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.
  • Reaksi hipersensitivitas
Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin oksidase sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada penderita yang sensitif terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzim-enzim tersebut lebih rendah daripada keadaan normal.
  • Sebab lain
Proses fisik seperti mekanik, thermal, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama sel mast yang akan melepaskan histamin.
Histamin berinteraksi dengan reseptor yang spesifik pada berbagai jaringan target. Reseptor histamine dibagi menjadi histamine 1 (H-1) dan histamine 2 (H-2). Pengaruh histamin terhadap sel pada berbagai jaringan tergantung pada fungsi sel dan rasio reseptor H-1 : H-2. Histamin bereaksi pada reseptor H-1, dapat menyebabkan pruritus (gatal-gatal), vasodilatasi, hipotensi, wajah memerah, pusing, takikardia, bronkokonstriksi, menaikkan permeabilitas vaskular, rasa sakit dan lain-lain. Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asan amino histidin. Histamin terdapat dalam sel mast dan leukosit basofil dalam bentuk tidak aktif secara biologik dan disimpan terikat dalam heparin dan protein basa. Histamin akan dibebaskan pada reaksi hipersensitivitas pada rusaknya sel dan akibat senyawa kimia (Dyah dan Sondakh, 2000).
Daftar Pustaka
Day, R. A dan Underwood, A. L. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi 6.          Erlangga, Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Departemen Kesehatan Republik          Indonesia, Jakarta.
Dyah, N. W dan Sondakh, R. 2000. Hubungan Struktur Dan Proses Metabolisme Obat. Airlangga University Press, Surabaya.
Permasalahan
1. Bagaimana mekanisme kerja antagonis H2 dalam menurunkan sekresi asam lambung ?
2. Bagaimana pengaruh histamin terhadap fungsi kerja reseptor H-1 dan H-2 ?
3. Waktu paruh berbagai antihistamin sangat bervariasi, apakah ada pengaruh yang signifikan ditunjukkan? Jelaskan !

Komentar

  1. Hallo chasa saya akan membantu untuk menjawab permasalahan nomor 1 ..
    Antagonis H2 atau histamine 2 blocker adalah golongan obat-obatan yang digunakan untuk menangani kelebihan asam di lambung. Kelompok obat ini digunakan untuk meredakan penyakit refluks asam lambung. Penyakit refluks asam lambung atau disebut gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan kondisi dengan gejala-gejala utama berupa nyeri pada ulu hati, sensasi panas atau terbakar di sekitar dada yang biasanya terjadi setelah makan dan bisa makin buruk pada malam hari.

    BalasHapus
  2. Ini biasa terdpat pada obat maag iya ??atau gmna ?
    Knapa pada obat maag ada sensasi mintz nya ?😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seperti yg tertera pada blog saya, antihistamin merupakan obat yg meredakan reaksi alergi oleh histamin. Sehingga obat maag jelas tidak ada hubungannya terhadap antihistamin. Maag merupakan kondisi dimana konsentrasi asam lambung (HCl) meningkat dan merusak (mengikis) membran mukosa lambung sejingga timbul rasa nyeri dan pedih

      Hapus
  3. Terimakasih atas artikelnya,sangat bermanfaat sekali🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HEMATOLOGI

ANALGETIK